Minggu, 29 November 2020

Polemik Kesetaraan Gender dan Munculnya Kekerasan Berbasis Gender

Media Literasi Rico/Foto Kampanye Anti Kekerasan Gender

Penulis : Rico Febriansyah/Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang

Kekerasan berbasis gender atau yang disingkat dengan KBG merupakan istilah yang digunakan untuk mempertegas definisi dari kekerasan terhadap perempuan, sebagaimana yang tercantum dalam Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) No. 48 /104 yang disahkan pada 20 Desember 1993 tentang Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan. Disebut sebagai kekerasan berbasis gender hal ini dikarenakan merujuk pada status gender perempuan yang subordinasi dalam masyarakat. Hampir, semua kebudayaan, tradisi, norma dan institusi sosial melegitimasi serta memberi lampu hijau bagi kekerasan terhadap perempuan (Umin Kango, 2009).

Kasus kekerasan berbasis gender sudah menjadi tontonan sehari-hari di televisi baik dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, dan seksual. Terlebih di masa pandemi covid-19 ini, dimana sangat dipengaruhi pada faktor lingkungan yang menghendaki tetap di rumah dan ekonomi yang sedang terpuruk. Sebagaimana Anggota tim komunikasi publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro mengatakan bahwa kasus kekerasan berbasis gender meningkat hingga 75 persen selama masa pandemi, hal tersebut berdasarkan data dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan (P2TP2A) dan Komisi Nasional (KOMNAS) Perempuan (Kompas.com, 2020).

Maraknya terjadi kekerasan terhadap perempuan ini sangat dipengaruhi oleh budaya patriarki. Budaya patriarki merupakan sebuah kebudayaan yang mengutamakan kaum laki-laki, yang mana kaum laki-laki merasa dirinya memiliki kontrol atas perempuan dan membuat perempuan dapat dikuasainya.  Budaya patriarki ini berdampak negatif terhadap perempuan, apabila nilai yang dianut dalam masyarakat bersifat patriarki maka akan memunculkan superioritas laki-laki dihadapan perempuan (Syahrul, 2017).

Munculnya kekerasan berbasis gender inipun tidak terlepas dari pemahaman masyarakat terhadap kesetaraan gender. Masyarakat dipengaruhi oleh doktrin-dokrin adat dan agama tanpa pemahaman yang holistik. Sehingga, marak terjadi kekerasan berbasis gender ini baik dalam hubungan masyarakat, lingkungan pendidikan, dan lingkungan keluarga itu dilakukan oleh laki-laki. Seperti misalnya dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga itu lebih memungkinkan laki-laki sebagai pelaku kekerasan dan perempuan sebagai korban kekerasan, hal ini disebabkan stereotip bias gender (Seelau & Seelau, 2005).

Melihat semua ini rasanya diperlukan pemahaman yang lebih holistik dan terpadu kepada masyarakat agar muncul sebuah kesadaran penuh dari seluruh elemen masyarakat untuk memahami kesetaraan gender ini. Karena, banyak sekali masyarakat yang tidak ikut serta melindungi para korban kekerasan berbasis gender ini dengan alasan karena masuk pada wilayah private atau personal korban. Padahal, peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam rangka menciptakan lingkungan masyarakat dan pendidikan yang bebas dari kekerasan berbasis gender baik dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, dan seksual.

Banyaknya kasus kekerasan berbasis gender terjadi di tengah-tengah kita mengingatkan kita akan pentingnya rasa kepedulian bersama untuk membantu para korban kekerasan tersebut. Karena, bisa jadi itu dapat terjadi pada diri kita sendiri, keluarga, maupun kerabat kita. Maka dari itu, jika kita menemukan berbagai bentuk kekerasan berbasis gender baik dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, dan seksual maka segera laporkan kepada keluarga korban yang dapat dipercaya atau segera hubungi organisasi yang bisa mendampingi korban dan kemudian menggunakan #GERAKBERSAMA di media sosial. Pastikan kita tidak melakukan kekerasan, kita mendukung dan membantu korban, kita mencari dan menyebarkan informasi tentang kekerasan seksual dengan #GERAKBERSAMA. Menjaga agar lingkungan sekitar kita bebas dan aman dari kekerasan berbasis gender adalah tanggung jawab kita bersama.

REFERENSI

Kango, Umin. 2009. Bentuk-bentuk Kekerasan yang dialami Perempuan dalam Jurnal Legalitas Vol. 2 No. 1

Kompas.com. “Gugus Tugas: Selama Pandemi, Kekerasan Berbasis Gender Naik 75 Persen”. 10 Juli 2020. (Diakses pada 26 November 2020), dari https://nasional.kompas.com/read/2020/07/10/16473391/gugus-tugas-selama-pandemi-kekerasan-berbasis-gender-naik-75-persen

Seelau, S.M., & Seelau, E.P. 2005. Gender Role Stereotypes and Perceptions of heterosexual, gay and lesbian domestic violence dalam Jurnal of Family Violence, 20, 363-370. https://doi.org/10.1177/0886260515586370

Syahrul. 2017. Dilema Feminis sebagai Reaksi Maskulin dalam Tradisi Pernikahan Bugis Makassar dalam Jurnal AL-MAIYYAH: Media Transformasi Gender dalam Paradigma Sosial Keagamaan Vol. 10 No. 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya” (HR At-Tirmidzi no 1162).

Komentarnya yang Sopan ya SOBAT...
Berdiskusi bisa melalui :
IG : rico.febriansyaah

Polemik Kesetaraan Gender dan Munculnya Kekerasan Berbasis Gender

Media Literasi Rico/Foto Kampanye Anti Kekerasan Gender Penulis : Rico Febriansyah/Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang Kekerasan berbasi...

Tulisan Yang Terpopuler