Sabtu, 01 Februari 2020

Wajah Baru SDM INDONESIA


Membuat sebuah resolusi dalam melakukan revolusi mental harus selalu dilakukan dalam menyosong Indonesia Maju. Revolusi mental menjadi sebuah acuan dalam menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul seperti yang menjadi Visi Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin saat ini. Sebuah visi memerlukan sebuah terobosan untuk mewujudkannya sehingga diharapkan visi yang dibuat tidak hanya menjadi khayalan belaka. Oleh karena, dalam proses mewujudkan visi Pemerintah tersebut diperlukan sinergi kuat seluruh elemen masyarakat bersama-sama elemen pemerintah dalam hal mewujudkan SDM unggul.
Proses pembentukan SDM unggul dapat dilakukan melalui berbagai bidang yang mempunyai andil besar dalam menghasilkan sistem yang mendorong terbentuknya pembangunan karakter kuat generasi bangsa. Setidaknya, kita dapat berkaca dalam kondisi sosio-masyarakat Indonesia yang sering terbelenggu oleh sistem. Sistem membuat masyarakat terpenjara sehingga mau tidak mau harus melakukan segala hal yang mengorbankan karakter etik tanpa memandang apakah hal itu baik atau buruk untuk keluar dari sistem yang dianggap penjara baginya disebabkan menyegel dirinya untuk berkembang.
Sistem yang memiliki dampak besar dalam menyegel berbagai elemen masyarakat diantaranya adalah sistem hukum dan sistem pendidikan. Sistem hukum sering menjadikan masyarakat menengah kebawah menjadi korban karena konservatifnya sistem yang ada. Berapa banyak kasus karena hanya ingin menerapkan sistem, hukum harus mengabaikan prinsipnya untuk mewujudkan keadilan. Misalnya, seorang kakek miskin yang terpaksa mencuri sebatang singkong untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu memberikan cucunya makan harus menerkam di penjara dikarenakan dilaporkan oleh pemilik kebun singkong yang kaya tersebut ke pengadilan, alasan klasik yang selalu dibuat adalah bahwa pada prinsipnya alasan apapun kakek tersebut, tetaplah pencurian tidaklah dibenarkan dan merupakan tindak pidana yang diatur di dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jika, itu merupakan penegakan prinsip lalu dimanakah etika berbangsa dan bernegara kita yang menjadi prinsip dalam semangat pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercantum dalam dasar negara UUD 1945 Pasal 34 Ayat (1) yang berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negara”. Inilah yang dimaksud menjalankan prinsip tapi menabrak hakikat prinsip itu sendiri. Terkadang berapa banyak mereka yang berdiri sebagai praktisi harus mengesampingkan ajaran moral mereka dahulu sebagai akademisi dengan menggangap diri sebagai praktisi sehingga tak perlu banyak teori moral yang diterapkan dan melupakan tujuan utama hukum yang terdiri dari kepastian, kebermanfaatan, dan keadilan. Kemudian, menurut Prof Achmad Ali, Pakar Hukum Tata Negara, jika terjadi benturan antara tujuan hukum tersebut maka harus mendahulukan hal yang paling prinsipil yaitu keadilan dan diperkuat dengan teori hukum Aristoteles yang mengatakan bahwa “Mahkota Hukum itu Keadilan”. Oleh sebab itu, dalam proses penguatan sistem sangat dipengaruhi oleh kualitas yang menjalankan sistem yaitu SDM yang berkecimpung di sistem hukum tersebut. Maka, benarlah apa yang dikatakan oleh Prof Taverne “Berikan kepadaku jaksa dan hakim yang baik, maka dengan hukum yang burukpun saya dapat membuat putusan yang baik”.
Selain itu juga, dalam menatap wajah SDM Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan Indonesia yang saat ini sedang mengalami proses berkali-kali reinkarnasi sistem. Dalam proses pembentukan sistem tersebut sebetulnya memiliki koneksi pada pembentukan SDM unggul tersebut. Tetapi melihat realita yang sudah terjadi beberapa banyak tenaga pengajar yang tidak bermoral seperti melakukan tindak asusila kepada siswa atau siswinya, hal ini sangatlah miris. Padahal seharusnya yang menjalankan sistem harus dapat memberikan pengaruh kepada sistem yang sudah dianggap cacat tapi malah melakukan tindakan yang memperburuk sistem yang sudah buruk. Oleh sebab itu, dalam proses menatap SDM tidak cukup hanya melihat kepada permasalahan sistem tapi juga membenah SDM yang berkecimpung di sistem pendidikan tersebut. Oleh karena itu, pendidikan hadir untuk membentuk karakter yang baik tidak hanya intelektual yang hebat. Karena, karakter yang kuat itu lebih sulit dibentuk dibandingkan intelektual yang baik. Seperti yang dikatan John Luther “Karakter yang baik adalah lebih patut dipuji daripada bakat yang luar biasa. Hampir semua bakat adalah anugerah. Karakter yang baik sebaliknya, tidak dianugerahkan kepada kita. Kita harus membangunnya sedikit demi sedikit dengan pikiran, pilihan, keberanian, dan usaha keras”. Maka, dalam proses pembentukan karakter yang baik kepada murid seyogianya seorang pendidik harus lebih dahulu memiliki karakter yang baik ini. Karena seorang pendidik merupakan teladan bagi yang didiknya.
Menatap wajah baru SDM Indonesia di Tahun Baru ini, maka setidaknya harus dilakukan dengan proses perbaikan sub-sistem kemudian sistem karena dengan, sub-sistem yang baik akan dapat juga menjalankan sistem dengan baik namun sebaliknya, jika sistemnya baik dengan sub-sitem yang buruk maka belum tentu dapat menjalankan sistem itu dengan baik. Maka resolusi di tahun baru, diperlukan agenda baru yang lebih konstruktif dalam mewujudkan visi pemerintah yaitu mencetak SDM unggul, karena dalam mewujudkan visi tersebut diperlukan sebuah kesadaran diri bagi kita semua dalam melakukan reformatur nilai kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan hanya menuntut sistem yang baik, tetapi kita sendiri sebagai yang akan menjalankan sistem tidak mau berbenah menjadi baik. Maka, dalam revolusi mental, bangsa Indonesia harus menjadi bangsa yang baru di tahun yang baru dengan melakukan perubahan yang baru sehingga majunya peradaban bangsa kita tidak statis tetapi akan mengalami kenaikan drastis dalam segala segi kehidupan sosial, ekonomi, politik, hukum, maupun pendidikan karena di era globalisasi saat ini, suatu bangsa dituntut dapat bersaing, untuk bersaing maka diperlukan sebuah kesiapan untuk menghadapinya.

-2020-
RICO, PLG©

7 komentar:

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya” (HR At-Tirmidzi no 1162).

Komentarnya yang Sopan ya SOBAT...
Berdiskusi bisa melalui :
IG : rico.febriansyaah

Polemik Kesetaraan Gender dan Munculnya Kekerasan Berbasis Gender

Media Literasi Rico/Foto Kampanye Anti Kekerasan Gender Penulis : Rico Febriansyah/Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang Kekerasan berbasi...

Tulisan Yang Terpopuler