Kamis, 24 Januari 2019

PILPRES 2019 : Antara Jari dan Ekspresi Hati


Oleh : Rico Febriansyah (Penulis dan Pengamat Hukum dan Sosial)
Demokrasi sebagai prinsip dalam bernegera di negeri Indonesia ini merupakan sarana masyarakat untuk berimplikasi dalam menyelenggarakan urusan kenegaraan maupun pemerintahan, tidak hanya masyarakat tetapi seluruh elemen masyarakat baik itu pejabat negara seperti menteri, anggota dewan, maupun presiden sekalipun. Pemerintahan yang dibangun haruslah selalu memperhatikan nilai-nilai demokrasi. Demokrasi yang merupakan prinsip bernegara dengan slogan dari, oleh, dan untuk rakyat haruslah menjadi pedoman yang utama dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan negeri ini.

Proses penyelenggaraan suatu demokrasi sering dikaitkan dengan pemilhan umum. Pemilihan umum bagi sebagian pakar di bidang ilmu politik menjadi tolak ukur dalam menilai suatu proses demokratisasi yang baik atau buruk. Jika menoleh ke belakang tanpa kita sadari bahwa proses demokratisasi kita sudah mulai pudar dengan berbagai perilaku politik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dari prinsip demokrasi. Bukan menjadi hal yang lumrah lagi bagi sebagian masyarakat tentang bobroknya penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Berbagai maraknya perilaku politik yang buruk di kalangan peserta pemilu, membuat masyarakat terkadang sudah mulai enggan untuk berkata-kata sehingga lebih baik memberi isyarat. Bagi sebagai pakar psikologi mungkin suatu isyarat dilakukan karena sudah lelah untuk berkata-kata. Kelelahan ini dikarenakan mungkin karena faktor tidak didengar ataupun selalu di bungkam.
Isyarat sering sekali digunakan sebagai sarana dalam meluapkan ekspresi hati. Fenomena isyarat sekarang sedang menjadi kebiasaan masyarakat di pemilu tahun ini terkhusus di kontestasi pemilihan presiden 2019. Beberapa video yang sedang viral melihatkan masyarakat mengacungkan jari dengan satu jari ataupun dua jari menjadi fenomena baru ditengah-tengah masyarakat. Bahkan jangankan masyarakat di kalangan mahasiswapun menjadi viral. Seperti yang saya alami sendiri ketika mengikuti rapat pemilihan ketua organisasi baru di lingkungan perkuliahan saya. Ketika calon ketua diberi nomor urut di slide proyektor. Tiba-tiba ketika musyawarah sedang berlangsung di tengah panasnya pemilihan. Beberapa teman saya memberikan isyarat untuk memilih salah satu calon dengan mengacungkan jari sesuai no urut calon yang dipilihnya.
Sekilas dengan mengacungkan jari bukanlah hal yang dilarang di negara ini karena itu merupakan hak setiap orang baik itu merupakan isyarat dalam meluapkan ekspresi hati maupun hanya sekedar iseng-iseng saja. fenomena yang membuat viral dan banyak orang mengikutinya ini lantaran kegeraman sebagian masyarakat terhadap mereka yang memasung kebebesan dalam berdemokrasi dikarenakan beberapa paspampres dari presiden jokowi yang melarang masyarakat untuk mengacungkan dua jari di depan presiden jokowi, hal ini yang membuat kegundahan hati masyarakat dengan beberapa perilaku oknum paspamres tersebut.
Demokrasi yang dibangun di negeri ini mempunyai banyak bagian di dalam nilai-nilainya dalam berimplikasi. kebebasan dalam meyakini sesuai hati nurani merupakan hal yang diatur di negara hukum ini seperti yang terdapat di dalam Pasal 28 E ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi : “ Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya “. Sudah jelas bahwa konstitusi melindungi hak setiap orang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan hati nuraninya. Hak ini merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang harus dilindungi oleh negara, bahkan bukan hanya negara duniapun harus mengakui dan melindunginya.
Jika sikap beberapa sebagian masyarakat dengan mengacungkan jari sebagai bagian dalam meluapkan ekspresi hati ataupun pilihan, tidaklah dapat dibenarkan negara melarangnya karena itu merupakan bagian dari amanat konstitusi yang harus ditaati oleh negara ini. Meluapkan ekspresi hati ataupun pilihan tidaklah dibatasi oleh figur-figur tertentu. Setiap orang bebas meluapkannya kepada siapa saja bahkan kepada seseorang yang tidak menyukai pilihannya atau berlawanan dengan pilihannya. Jangan sampai keotoriteran itu menjadi semu seperti embun. Dia memberikan kedinginan tetapi dapat membuat beku. Maksudnya pejabat negara jangan memberikan perilaku yang membangun opini masyarakat yang sedang bingung dan akhirnya membatasi ruang gerak masyarakat dalam melakukan kegiatan yang sesuai dengan hati nuraninya. Jika hal ini terjadi maka telah membuat kecacatan dari proses demokratisasi yang sedang berjalan. Membuat masyarakat geram dan malah akan menjadikan suasana tambah panas di tengan kontestasi politik yang telah panas.
Menghargai pilihan orang lain merupakan perilaku yang baik dalam berpolitik. Jika kita menginginkan pemilihan umum ini dapat berjalan dengan baik, maka kita harus melakukan amanat dari konstitusi dan taati aturan dalam berdemokrasi. Negara ini sudah diatur sebagai negara pancasila yang memiliki nilai-nilai yang menjadi teladan kita dalam menyelenggarakan urusan negeri ini. Pemerintahan seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila sehingga masyarakat dapat mengikutinya. Jika nilai-nilai Pancasila ini sudah terpenuhi oleh negara Indonesia baik di kalangan pemerintahan dan masyarakatnya. Jangan pemilihan umum yang adil, jujur, dan berintegritas yang didapat, tetapi negara yang saat ini masih berkembangpun dapat menjadi negara yang maju. Kita masih mempunyai kesempatan untuk membawa negara ini mencapai kejayaannya. Selagi pemerintahan dapat berbenah diri dan masyarakat dapat juga menintropeksi diri maka kita akan menuju kejayaan itu.
Pemilihan presiden 2019 harus kita jadikan momentum dalam melakukan arah demokrasi yang sebaik-baiknya. Jari ataupun isyarat yang menunjukkan ekspresi hati merupakan bagian dari kebebasan dalam meyakini hati nurani yang dilindungi oleh negara dan diatur oleh konstitusi, sudah sepantasnyalah kita mentaati dasar negara kita dengan cara menghargainya selama apa yang dilakukan bukanlah merupakan perilaku yang dapat membuat negeri ini menjadi hancur. Saatnya kita sukseskan pemilihan umum 2019 dengan bersama-sama dalam mengawal proses demokrasi ini dengan ikhlas, jujur, dan sebaik-baiknya dengan menjadi sepenuhnya negarawan.

Jumat, 11 Januari 2019

“MOVE ON” NKRI

Oleh : Rico Febriansyah {Pengharap ridho ilahi}
Penghujung tahun 2018 lalu seakan ditutup dengan menangisnya kembali bumi pertiwi ini. belum usai duka yang terjadi di Lombok dan Palu, Indonesia kembali berduka. Tepat di hari Sabtu, 22 Desember 2018, Banten berduka dilanda Tsunami dan Lampung berduka karena Erupsi anak krakatau. Tidak sedikit yang menjadi korban atas peristiwa ini dan bumi Banten dan Lampung porak poranda seketika seperti butiran debu. Hal ini mengingatkan kita akan Firman Sang Maha Kuasa yang berbunyi “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia". (QS Yasin ayat 82).
Bencana yang memberikan duka kepada bumi pertiwi ini seakan mengingatkan kita bahwa sebetulnya dunia ini hanya sebuah robot di bawah kendali Allah SWT. Allah SWT dapat mengerakkan apa yang dia inginkan. Jikalau pengendali robot marah terhadap orang lain maka si pengendali dapat menggerakkannya kepada hal yang dapat memberikan kepedihan bagi orang yang dibencinya. Duka yang terjadi di negeri ini memberikan gambaran bahwa alam ini seakan memberikan ilustrasi bahwa manusia sudah haus dengan nikmatnya dunia yang sebenarnya tidak pernah memberikan kepuasan.
Apakah dengan duka ini dapat membuat negeri ini belajar dan menjadi negeri yang jaya?. Jawabannya ada pada diri setiap individu. Negeri yang dibangun atas dasar konstitusi ini memiliki segudang memori dalam penjelajahan menapaki kemerdekaan dari tangan penjajahan. Bagaimana tidak, kita ketahui bahwa negeri ini direbut dengan dasar perjuangan dari kejamnya masa penjajahan. Jika kita dapat belajar dari sebuah masa lalu maka kita dapat memetik sebuah hikmah bahwa negeri yang sedang terancam akan menimbulkan semangat berjuang dalam meraih kejayaan.
Sedikit mengigat beberapa pesan dari perjuangan bangsa, bahwa The Founding Father kita menginginkan negeri ini menjadi bangsa yang bersatu dalam wadah yang disebut negara, tidak heran perdebatan yang panjang di forum saat ingin membentuk konsep negara ini tidaklah muda beberapa ada yang mengusulkan bentu negara federal, sosialis, dll. Tetapi yang terpilih adalah bentuk negara kesatuan (union). Ketika negeri ini sudah bertitah kesatuan tidak ada lagi kata yang tepat untuk berjuang secara bersama-sama bukan individualistik. Musibah yang sekarang terjadi di banten dan lampung merupakan duka kitas semua di negara yang satu yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tangisan mereka adalah tangisan kita dan kepedihan mereka adalah kepedihan mereka. Maka pilihan untuk “Move On” merupakan pekikan untuk seluruh bangsa negeri ini. karena dengan ‘Move On” negeri ini dapat melangkah kembali ke masa depan sehingga bagian dari kesatuan ini yang sedang terkena musibah dapat hidup kembali di bawah naungan one nation yaitu NKRI.
Ketika bagian dari negeri ini yaitu banten dan lampung sedang terancam dengan banyaknya dampak kerusakan yang membuat kesusahan pada manusianya. Maka negeri ini mempunyai pilihan untuk “Move On” dengan kembali berjuang menuju kejayaan. Karena dengan sebuah tantangan melalui sebuah ujian ini dapat membuat bangsa ini menjadi kuat karena timbul rasa keprihatinan dari seluruh lapisan bangsa dari sabang sampai merauke yang memicu semangat untuk bersatu dalam membangun kembali negeri ini terkhusus di daerah yang terkena bencana. Dari sabang sampai merauke memberikan kepedulian dengan langsung turun kejalan-kejalan untuk menggalang dana di daerah-daerahnya masing-masing bahkan tidak sedikit mereka yang langsung ke daerah musibah untuk memberikan bantuan. Hal ini menunjukkan bahwa luarbiasanya persatuan bangsa ini.
Persatuan yang terlihat karena adanya saluran yaitu bencana inilah seharusnya tetap harus ada sepanjang waktu karena dengan persatuan negeri ini dapat terbentuk menjadi objek yang utuh sebagai nation state. Bukankah kita tahu bahwa negara bangsa (nation state) ini adalah negara yang memiliki pluralitas dalam kehidupannya. Pluralitas ini dapat terjamin utuh jika ada rasa persatuan yang sudah tercermin di dalam Pancasila dapat hidup abadi sampai negeri ini runtuh akibat kehendak Illahi. Bukanlah waktu terlambat untuk kita bisa “Move On”. Selagi bumi ini masih ada dan memberikan kehidupan bagi umat maka selama itulah kata “Move On” untuk negeri ini dapat terealisir di tengah arus deras era globalisasi dan referomasi yang terus berjalan ini.
Maka tidak ada pilihan yang terbaik selain “Move On” untuk kembali membawa banten dan lampung serta daerah-daerah lainnya untuk memberikan kejayaan bagi negeri. Berjuang dengan bersatu akan lebih mudah dalam membawa bangsa ini menuju kepada reformasi yang berkesejahteraan demi terciptanya negeri “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur” yaitu negeri yang indah dan subur alamnya, dengan penduduk yang selalu bersyukur atas nikmat yang mereka terima. Semoga dengan adanya musibah di bumi pertiwi ini dapat memberikan pelajaran dan hikmah yang dalam bagi terbentuknya persatuan umat di tengah-tengah arus panas politik di negeri ini yang kian mengerus rasa persatuan dan menimbulkan kebencian di tengah-tengah negara bangsa yaitu NKRI. Semoga di awal tahun 2019 ini Indonesia menjadi negara yang kuat, baik dari segi persatuan untuk pembangunan umat di seluruh pelosok negeri.

Musibah membawa Hikmah, “Move On” NKRI...

Selasa, 08 Januari 2019

“ MENERAPKAN SIKAP BERBHINEKA DENGAN MENJADI MAHASISWA YANG NASIONALISME “


Penulis : Rico Febriansyah
Calon Penulis, Abdi Negara, dan Penghuni Surga



Negara Kesatuan Republik Indonesia dianugerahi wilayah yang luas dan kekayaan alam yang beraneka ragam untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa majemuk, di Indonesia terdapat banyak etnis, suku, agama, dan budaya. Keadaan geografis Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan menyebabkan penduduk yang menempati satu pulau atau sebagian dari satu pulau tumbuh menjadi kesatuan suku bangsa. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 mencapai 255 juta jiwa dengan pada tahun 2010 tercatat ada 2500 bahasa daerah dan terdiri dari 1340 suku bangsa. Selain itu di negara Indonesia terdapat 6 agama dan terdapat beragam adat istiadat dan budaya hal inilah yang menjadikan negeri ini menjadi negeri dengan kekayaan dan keberagaman bangsanya.
Bhineka Tunggal Ika yang merupakan semboyan negeri ini yang mengandung pengertian yaitu “berbeda-beda tetapi satu jua” yang menjadikan Bhineka Tunggal Ika oleh pendiri bangsa diberikan penafsiran baru karena dinilai relevan dengan keperluan strategis bangsa Indonesia, yang memiliki makna, walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, budaya, adat, bahasa, dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan sebangsa dan setanah air. Selain itu lahirnya sumpah pemuda tidak terlepas juga dari semboyan negara ini yaitu Bhineka Tunggal Ika, oleh karena itu pemuda yang merupakan generasi penerus bangsa ini harus dapat mengawal Bhineka Tunggal Ika agar keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat tercapai dengan meneruskan perjuangan para pahlawan negeri ini.
Mahasiswa yang merupakan para pemuda dan pemudi yang mempunyai prinsip sebagai Agent Of Change, Social Control, dan Iron Stock harus dapat menjadikan Bhineka Tunggal Ika sebagai dasar pegangan hidup dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar terciptanya kedamaian dan ketentraman di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Hal ini tidak mudah dilakukan oleh mahasiswa jika belum ada sikap kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, oleh sebab itu sikap nasionalisme dalam diri mahasiswa harus dibentuk karena dengan sikap nasionalisme mahasiswa dapat menjalankan serta ikut serta dalam mengawal semboyan negeri ini yaitu Bhineka Tunggal ika. Dalam membentuk sikap nasionalisme generasi penerus bangsa ini seluruh lapisan masyarakat harus saling bahu membahu memperkenalkan berbagai kekayaan dan keberagaman bangsa dengan memperkenalkan berbagai keragaman budaya bangsa serta kekayaan sumber daya alam bangsa membuat para generasi muda akan merasa beruntung telah dilahirkan di Indonesia sehingga muncul jiwa nasionalisme untuk menjaga keutuhan dan persatuan tanah air indonesia dan akan menjadikan mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa lebih mudah untuk menerapkan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar tercipatnya persatuan indonesia dengan kedamaian dan kesejahteraan dalam kehidupan di masyarakat Indonesia.


Polemik Kesetaraan Gender dan Munculnya Kekerasan Berbasis Gender

Media Literasi Rico/Foto Kampanye Anti Kekerasan Gender Penulis : Rico Febriansyah/Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang Kekerasan berbasi...

Tulisan Yang Terpopuler